Nama Lengkap : Chrismansyah Rahadi.
Nama Panggilan : Chrisye.
Tempat & Tgl.lahir:
Anak ke 2 dari 3 bersaudara laki-laki.
Agama: Islam.
Nama Istri : Damayanti Noor
Anak:
1. Anissa (perempuan) tahun 1983
2. Risty (perempuan) tahun 1986
3. Masha (laki-laki) tahun 1989
4. Pasha (laki-laki) tahun 1989 (Putra ke-3 dan ke-4, kembar)
Nama Ibu : Hana Rahadi.
Pendidikan :
- Lulus SMA tahun 1967
- Teknik Arsitektur Thn.I (drop out)
- APK (Akademi Pariwisata & Perhotelan Trisakti Thn.III (drop out)
Kategori Musik : Pop
Biografi
Chrisye, nama aslinya : Chrismansyah Rahadi, adalah seorang penyanyi Pop Indoneisa.
Karir musiknya sudah dirintis sejak tahun 60-an melalui berbagai lagu hits dan album yang telah dikeluarkan.
Bertambahnya umur tidak juga membuat penggemarnya berkurang, bahkan Chrisye mampu membuktikan bahwa ia merupakan salah satu artis paling populer di
Sejumlah musisi hebat pernah diajaknya berkolaborasi, diantaranya Guruh Soekarno Putra, Eros Djarot, James F. Sundah dan masih ada banyak lagi.
Setelah sempat tenggelam tidak menelurkan album baru, bersama Erwin Gutawa, Chrisye coba mengangkat kembali popularitasnya kala mendaur ulang album Badai Pasti Berlalu. Sebuah album soundtrack film Badai Pasti Berlalu yang menjulangkan namanya hingga kini sebagai penyanyi legendaris
Kini setelah kurang lebih 25 tahun
Chrisye mulai bermusik ketika bergabung sebagai bassist dengan band Gipsy, ia lalu menjulang lewat lagu "Lilin-lilin Kecil" di sekitar tahun 1977 setelah bersolo-karir sebagai penyanyi. Beberapa lagunya yang populer adalah "Badai Pasti Berlalu", "Aku Cinta Dia", "Hip Hip Hura", "Nona Lisa", dan "Pergilah Kasih".
Sejak Juli 2005, Chrisye harus dirawat di rumah sakit di Singapura karena mengidap kanker paru2. Awalnya dalam pemeriksaan di
Chrisye meninggal dunia pada 30 Maret 2007 di Jakarta akibat sakit kanker paru-paru yang dideritanya.
Karir
Usia remaja, dentuman musik yang berirama kian menggetarkan hatinya. Sekali tempo, ia diajak oleh ayah dan ibunya ke sebuah restoran di kawasan Tanjung Priok. Rumah makan itu menyuguhkan musik Hawaii. Ia betah berjam-jam memperhatikan grup band itu memainkan alat musik. `'Ternyata musik bukan hanya indah didengar, tapi juga asyik dimainkan,'' kata dia membatin.
Kisah lebih 30 tahun perjalanan karier musik pria kelahiran Jakarta, 16 September 1949, ini tertuang dalam buku Chrisye, Sebuah Memoar Musikal. Diluncurkan Sabtu, 17 Februari 2007, buku itu disusun oleh Alberthiene Endah berdasarkan penuturan Chrisye selama Chrisye menjalani masa penyembuhan dari sakit kankernya. Adalah Alex Kumara, teman SMA Chrisye, yang menggagas penerbitan buku ini. `'Harapannya, ketika mengingat masa-masa yang lalu, paling tidak meringankan bebannya,'' kata Alex Kumara, CEO ANTV itu.
Chrisye menyabet berbagai penghargaan bergengsi dari dalam dan luar negeri, seperti BASF Awards, Golden Record, atau HDX Awards. Ia juga memenangi MTV Video Music Award Asia Viewer's Choice Award 1998 yang berlangsung di Los Angeles, Amerika Serikat.
Lahir dengan nama Christian Rahadi, Chrisye kecil tinggal di kawasan Menteng. Dia bertetangga dengan keluarga Nasution yang gemar musik. Di saat Chrisye tergila-gila pada musik dengan belajar memainkan gitar secara otodidak, anak-anak Nasution (Keenan Nasution bersaudara) membentuk grup band, Sabda Nada. Alat musik mereka canggih di era itu, dibeli Ponco Sutowo di luar negeri. Mereka berlatih setiap sore di teras. Bagi Chrisye, ini hiburan dahsyat yang tak pernah ia lewatkan.
Dalam buku itu juga disebutkan, suatu kali pemain bas Sabda Nada sakit. Gauri, saudara Keenan, mendatanginya, sembari berseru, `'Chrisye, pemain bas kami sakit. Lu bisa gantikan? Soalnya kita dapat kerjaan banyak.'' Jelas saja Chrisye mengangguk, meski masih meragukan kemampuannya. Ikut berlatih, mereka cocok. `'Kamu latihan terus, ya,'' kata Gauri.
Belakangan Sabda Nada berganti nama Gibsy, atas usulan Ponco. Dari Ponco pula membawa grup band ini pentas di New York. `'Lu mau ikut kan? Kita dapat kerjaan nih, kontrak setahun manggung di sana,'' kata Ponco. Chrisye tertegun.
Kalimat Ponco seperti mimpi yang sangat muluk. Saat bersamaan ia sedih. Saat itu ia masih terdaftar sebagai mahasiswa Akademi Perhotelan Trisakti dan di Teknik Arsitektur UKI. Persoalannya, `'Bagaimana menyampaikan ke Papi?'' Lauren Rahadi, ayahnya, memang tidak melarang Chrisye bermain musik. Tapi, ayahnya tak ingin ia menjadikan musik sebagai profesi dan sandaran hidup.
Tawaran ke New York menempatkan Chrisye pada posisi sulit. `'Inilah titik yang luar biasa penting dalam sejarah karier saya,'' kata Chrisye, seperti ditulis buku itu. Sampai teman-temannya berangkat, pilihan belum ia tetapkan. Pergulatan batin itu akhirnya sampai ke telinga ayahnya.
`'Benar kamu ingin ke New York?''
Chrisye mengangguk.
`'Kuliah?''
`'Saya tidak punya minat di situ, Pi.''
`'Masa depan kamu?''
`'Musik.''
Perang dingin terjadi, sampai suatu siang ayahnya menghampiri, `'Chris, kalau kamu mantap, berangkatlah.''
Chrisye memeluk ayahnya. `'Saya tahu pasti, itu keputusan yang tidak mudah bagi Papi. Saya paham, Papi melakukan manuver mahadahsyat dalam cara berpikirnya tentang masa depan saya.'' Saat itu, 1973, Ponco mengantar Chrisye ke New York, menemui teman-temannya yang berangkat lebih awal.
Akhir 1973 kembali ke Indonesia, tahun berikutnya berangkat lagi ke New York untuk masa setahun dengan tim yang berubah. Ada Abadi Soesman, Dimas Wahab, Rony Makasutji, dan Broery Marantika. Nama grup bukan lagi Gibsy, tapi The Pro's.
Guruh Sukarno Putra mendorongnya sebagai penyanyi ketika putra mantan presiden pertama RI itu membuat album menggabungkan musik Barat dengan tradisional Indonesia. Saat Radio Prambors menyelenggarakan Lomba Cipta Lagu Remaja (LCLR), akhir 1976, Chrisye menyanyikan lagu 'Lilin-lilin Kecil' karya James F Sundah. Masuk dapur rekaman, lagu itu digemari banyak orang. Tawaran panggung solo berdatangan. Chrisye menjadi penyanyi terkenal.
Ketenaran saja tidak cukup membuatnya yakin bisa menghidupi sebuah keluarga. Tapi, rasa takut itu terkikis oleh seorang wanita, GF Damayanti Noor akrab disapa Yanti salah satu personel kelompok musik Noor Bersaudara.
'Saya melihat daya tarik Yanti ketika dia bekerja menjadi sekretaris Guruh,'' kata dia menuturkan.
Saat yakin ingin menikah dengan Yanti, ada satu yang menjadi penghalang: agama. Chrisye Kristen, Yanti Islam. Soal ini, Chrisye berujar, 'Sebetulnya ada hal yang sudah mengusik saya, jauh sebelum bertemu Yanti. Yakni, krisis keimanan saya. Di tengah kesibukan saya bermusik, sebetulnya saya merasakan kesepian yang misterius. Saya seperti merindukan sesuatu yang tidak bisa saya gambarkan bentuknya. Diam-diam saya menekuni agama Islam, hingga suatu saat saya menjadi sangat yakin. Saya ingin memeluk Islam.''
Keinginan itu ia pendam. Ia tak berani mengungkapkan, apalagi kepada orang tuanya. 'Saya pernah menangis semalaman karena memikirkan ini,'' kata dia. Susah-payah ia mengumpulkan keberanian menyampaikan ke ayahnya. Tak ia nyana, `'Papi memegang perkataannya dulu. Bahwa ia hanya dititipi anak oleh Tuhan. `Semua berpulang pada kamu'.''
Jadilah Chrisye mualaf, bersama Yanti. Kini telah dikaruniai empat anak: Pasha, Risty, Masha, Nissa. Dalam buku itu, Chrisye menulis, ''Setelah menjadi mualaf, 1982, proses pendewasaan saya terus berjalan. Tahun 1990-an, saya lebih banyak meluangkan waktu mendalami agama. Buat saya, spritualitas memberikan lebih dari sekadar memiliki agama karena spritualitas memberikan rasa aman, tenteram, dan jalan. Saya merasakan hidup dan karier saya bergulir pada tujuan yang jelas berkat pendalaman spritualitas yang sama jalani.''
Cobaan akhirnya datang juga. Agustus 2005, Chrisye harus beristirahat akibat penyakit kanker paru-paru yang dideritanya. Setelah menjalani kemoterapi enam kali di Singapura, dia masih sempat menjadi bintang tamu grup band anak muda. Di tengah masa penyembuhan itulah lahir ide menuliskan perjalanan musiknya, sebuah memoar musikal. bur (RioL)
''Kondisi fisik Mas Chrisye dalam dua minggu terakhir memburuk sehingga tidak bisa hadir dalam peluncuran buku ini,'' kata Yanti, istri dari penyanyi yang pernah melejit namanya lewat lagu 'Badai Pasti Berlalu' itu, di Jakarta, Sabtu (17/2) sore.
Chrisye telah lama menderita sakit kanker, dan selama ini telah menjalani kemoterapi. Maka, peluncuran buku buku Chrisye, Sebuah Memoar Musikal, yang disusun Chrisye dan Alberthiene Endah, tanpa kehadiran sang legendaris itu.
Dalam acara jumpa pers Sabtu sore itu, Yanti mengatakan semula Chrisye berhasrat hadir, tapi kondisi kesehatannya tak memungkinannya pergi. Hadi dalam jumpa pers itu antara lain Guruh Sukarno Putra dan Alex Komara.
Menurut Yanti, buku Chrisye, Sebuah Memoar Musikal lahir dari keinginan sang legendaris itu untuk menularkan ilmu dan pengalaman yang diperoleh sepanjang karier bermusiknya selama sekitar tiga dekade. Menurut Yanti, dalam buku yang ditulis oleh Alberthiene Endah itu, ada banyak hal yang patut diketahui para musisi muda. ''Mas Chrisye tak ingin menyimpannya sendiri,'' ujar dia.
Suatu ketika, dalam kondisi sudah sakit, Alex Komara, CEO Anteve yang juga sahabat Chrisye, membujuk Chrisye agar bersedia menulis biografinya. Tapi, Chrisye enggan. Setelah sekitar dua bulan, Alex membujuk lagi, akhirnya Chrisye menyatakan bersedia.
Alberthiene, mengungkapkan buku Chrisye, Sebuah Memoar Musikal tidak hanya bertutur tentang kehidupan pribadi Chrisye. Buku ini juga berisikan perjalanan hidup dan karier bermusik Chrisye. Ia menyusun buku itu melalui proses wawancara dalam periode Mei-November 2006. Setiap kali wawancara dibutuhkan waktu hingga dua jam. Chrisye sangat bersemangat menceritakan perjalanan karier musiknya. Padahal, untuk menerima tamu, Chrisye biasanya hanya bertahan setengah jam.
''Buku itu adalah sesuatu yang ajaib, karena Chrisye adalah sosok yang introvet dan moody. Apalagi saat ini ia sedang sakit. Tetapi, semangatnya yang luar biasa membuat buku ini terwujud,'' kata Alberthiene. Albrethiene menyatakan, buku ini bukanlah buku iografi. ''Benang merahnya adalah musik. Dia banyak bercerita tentang bagaimana dia bermusik,'' ujar Alberthiene.
Buku ini digarap dengan proses yang berbeda dengan proses penyusunan buku Krisdayanti, Ram Punjabi, dan Dwi Ria Latifa, yang ia tulis lebih dulu. Dalam wawancara dengan Chrisye, ia tidak menggunakan daftar pertanyaan --hal yang ia lakukan pada Krisdayanti, Ram Punjabi, dan Dwi Ria Latifa. ''Semuanya mengalir dan terus berupaya agar Chrisye mau banyak bercerita,'' ujar dia.
Pertemuan demi pertemuan dengan Chrisye tidak berjalan sesuai jadwal yang telah disusun. Jika Chrisye dalam kondisi mood untuk bercerita, Chrisye lantas mengirim pesan singkat dan meminta Alberthiene segera datang.
''Menghadapi Chrisye dengan kondisi sekarang, saya seolah menjadi separuh jurnalis, separuh psikiater, sebab bertanya kepada Chrisye dalam kondisi sakit tentu tidak mudah,'' kata Alberthiene, yang juga pemimpin redaksi majalah Prodo itu.
Peluncuran buku Chrisye dilakukan pada Sabtu malam, berbarengan dengan gelaran malam amal yang dimeriahkan sejumlah penyanyi ternama, seperti Vina Panduwinata, Harvey Malaiholo, Yovie Widianto, Glenn Fredly, dan Heidi Yunus. Dana yang berhasil digalang dalam amal itu akan digunakan untuk pengobatan Chrisye. n ant/bur (RioL)
0 comments:
Post a Comment